Sebagaimana dengan Pulau Batam, beberapa pulau sekitar pun jadi perhatian Otorita Batam (kini Badan Pengusahaan (BP) Batam) untuk terus dikembangkan. Hal ini dapat dilihat pada sejarah pembangunan Jembatan Barelang pada dekade 1990-an.
Jembatan yang menghubungkan Pulau Batam, Rempang, dan Galang itu tak hanya menjadi sarana penghubung saja. Peran Jembatan Barelang lebih dari itu. Ia dihadirkan juga sebagai sarana penggerak roda ekonomi serta pemerataan pembangunan.
Dua hal terakhir di atas pun kini merambah pada pengembangan Pulau Rempang. Hal yang dilakukan usai kawasan Batam berkembang dan bergerak maju dengan segala fasilitas serta kemajuannya.
Jika ditelisik ke belakang, rencana pengembangan Pulau Rempang telah dimulai pada pertengahan 2004. Kala itu Surat rekomendasi DPRD Kota Batam tertanggal 17 Mei 2004, membuka sejarah awal masuknya investasi ke kawasan Pulau Rempang.
Pulau Rempang kemudian disetujui untuk dikembangkan sebagai kawasan perdagangan, jasa, industri dan pariwisata meliputi Kawasan Wisata Terpadu Ekslusif (KWTE). Di kawasan ini pula rencananya dibangun sarana perdagangan, jasa, hotel, perkantoran, dan permukiman.
Hampir dua dekade kemudian, pengembangan Pulau Rempang tampak kian menjanjikan. Masuknya investasi dari Negeri Tirai Bambu seolah menyalakan harap. Investasi Rempang Eco-City pun ditaksir mencapai Rp381 triliun, serta diperkirakan akan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306 ribu orang.
Secara rinci, pengembangan Pulau Rempang juga akan dibagi menjadi 7 zona yang berbeda. Seperti Rempang Integrated Industrial Zone, Rempang Integrated Agro-Tourism Zone, Rempang Integrated Commercial and Residential, Rempang Integrated Tourism Zone, Rempang Forest and Solar Farm Zone, Wildlife and Nature Zone, dan Galang Heritage Zone.
Dalam upaya menjamin investasi ini, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, juga berkomitmen untuk menjaga hak rakyat, hak kultural, serta hak keseluruhan warga yang sudah bermukim secara turun-temurun di Pulau Rempang. Pengembangan kawasan ini pun diyakininya dapat memberikan eskalasi bagi peningkatan kualitas hidup warga Pulau Rempang.
Tidak hanya itu, terdapat pula beberapa keuntungan dari pengembangan Pulau Rempang yang bakal menjadi Mesin Ekonomi Baru bagi Indonesia ini. Di antaranya adalah meningkatkan kegiatan usaha ekonomi mikro kecil dan menengah (UMKM), menyerap tenaga kerja warga tempatan, pemerataan pembangunan, dan investasi berkelanjutan.
Sebagai mesin ekonomi baru di Indonesia, pemerintah pusat melalui BP Batam pun menyiapkan Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan, residensial hingga wisata yang terintegrasi demi mendorong peningkatan daya saing Indonesia terhadap Singapura dan Malaysia.
Selain itu, Rempang Eco-City yang masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) ini juga diharapkan kian menjadikan Batam sebagai lokomotif perekonomian Kepri. Mengingat pertumbuhan ekonomi di Kota Batam dan Kepri tengah berada pada ritme yang baik. Yang mana ekonomi Batam tumbuh 6,84 persen sepanjang 2022 lalu, dan perekonomian Provinsi Kepri tumbuh sebesar 5,77 persen sepajang semester I 2023 (Januari-Juni) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan catatan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, 83,6 persen investasi asing di Provinsi Kepri pada Semester I (Januari-Juni) merupakan sumbangsih Kota Batam. Dengan besaran realisasi investasi mencapai USD 348,09 juta atau setara dengan Rp5,15 triliun dari total nilai investasi di Provinsi Kepri sebesar USD 416,4 juta.