Pajak

Berdasarkan Pasal 1 No. 6 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah identitas atau tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak.

Keuntungan:

  1. Sebagai kode unik yang selalu digunakan dalam segala urusan perpajakan
  2. Mengelola proses pengembalian dana dari pembayaran lebih
  3. Tarif pajak penghasilan lebih tinggi terhadap yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

Pajak Penghasilan Pribadi

Jika seseorang memenuhi salah satu dari persyaratan berikut, dia dianggap sebagai Wajib Pajak di Indonesia (kecuali perjanjian pajak mengesampingkan aturan ini):

  • Individu tersebut tinggal di Indonesia;
  • Individu tersebut telah berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam periode 12 bulan;
  • Orang tersebut berada di Indonesia selama tahun fiskal dan bermaksud untuk tinggal di Indonesia.

Sedangkan bagi individu bukan penduduk dikenakan pemotongan pajak sebesar 20 persen atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia.

Tarif progresif berikut diterapkan untuk penghasilan tahunan kena pajak:

Pajak Penghasial Pribadi
Persentase Pajak
s/d Rp 50 juta
5%
Lebih dari Rp 50 juta s/d Rp 250 juta
15%
Lebih dari Rp 250 juta s/d Rp 500 juta
25%
Lebih dari Rp 500 juta
30%

Sebagian besar pajak penghasilan pribadi dipungut melalui pemotongan oleh para pemberi kerja. Pemberi kerja memotong pajak penghasilan setiap bulan dari gaji dan kompensasi lain yang dibayarkan kepada karyawan. Bila karyawan tersebut adalah penduduk dalam negeri (berdomisili di Indonesia), maka tarif pajak di atas berlaku. Jika orang tersebut adalah Wajib Pajak bukan penduduk, pemotongan pajak adalah 20 persen dari jumlah bruto (dalam ketentuan perjanjian pajak, jumlah tersebut dapat bervariasi).

Pemotongan Pajak (untuk pembayaran kepada penduduk)
Persentase pajak
Terhadap bunga, dividen & royalti
15%
Terhadap jasa
2%
Terhadap sewa lahan dan bangunan (pajak akhir)
10%
Pemotongan pajak ini dianggap sebagai prabayar pajak perusahaan
Pemotongan pajak yang dihitung atas penjualan / pendapatan dianggap sebagai pajak final
Pemotongan Pajak (untuk pembayaran kepada bukan penduduk)
Persentase pajak
tarif normal (dapat dikurangi dengan menggunakan ketentuan perjanjian pajak atau jasa bebas pajak yang memenuhi syarat sebagai laba bisnis)
20%

Pajak Penghasilan Perusahaan

Perusahaan dikenai kewajiban perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia jika perusahaan tersebut berdomisili di Indonesia. Begitu pula, perusahaan asing yang memiliki bentuk usaha (tetap) di Indonesia – dan menjalankan kegiatan usaha melalui entitas lokal – turut termasuk dalam peraturan perpajakan Indonesia. Apabila perusahaan asing tersebut tidak mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia tetapi menghasilkan pendapatan melalui aktivitas bisnis di Indonesia, maka harus menyelesaikan kewajiban perpajakannya melalui pemotongan pajak oleh pihak Indonesia yang membayar penghasilan tersebut.

Secara umum, tarif pajak penghasilan perusahaan 25 persen berlaku di Indonesia.

Pajak Penghasilan Perusahaan
Persentase pajak
Tarif normal
25%
Perusahaan publik yang >40% dari sahamnya diperdagangkan di BEI
20%
Perusahaan dengan penghasilan bruto dibawah Rp 50 milyar
12,5%
Perusahaan dengan penghasilan bruto dibawah Rp 4,8 milyar
1%

Salah satu sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem Pemotongan Pajak (pemotongan / pemungutan pajak). Dalam sistem ini, pihak ketiga diberi kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan, pada saat yang sama menyetorkannya ke kas negara. Pada akhir tahun pajak, pajak yang dipotong atau dipungut dan sudah disetor ke kas negara akan dipotong dari pajak atau kredit pajak bagi pihak yang terpotong dengan cara melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan.

Sistem Pajak Pemotongan di Indonesia diterapkan pada mekanisme pemotongan / pemungutan Pajak Penghasilan (PPh). Istilah pemotongan dimaksudkan untuk menunjukkan besarnya pajak yang dipotong oleh pemberi penghasilan atas besarnya penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan, sehingga mengakibatkan berkurangnya penghasilan yang diterimanya (yaitu Ph. Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 23). Sedangkan yang dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas suatu jumlah pembayaran yang berpotensi menghasilkan pendapatan bagi penerima bayaran (yaitu Pajak Penghasilan Pasal 22).

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak yang dipotong terhadap penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi Dalam Negeri, yaitu imbalan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun.

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh:

  • Bendahara pemerintah terkait dengan pembayaran penyerahan barang yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
  • Entitas tertentu yang terkait dengan pendapatan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
  • Wajib pajak badan tertentu terkait pembayaran dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari penggunaan modal (dividen, bunga, dan royalti), penyediaan jasa (sewa, imbalan jasa), atau penyelenggaraan kegiatan (hadiah, penghargaan, dan bonus) selain yang dipotong PPh Pasal 21.

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26

Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan Wajib Pajak luar negeri atas penghasilan yang berasal dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT yang berasal dari Indonesia. Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final (tidak dapat digunakan sebagai kredit pajak), kecuali ditentukan lain.

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2

Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) adalah pemotongan pajak dari pendapatan dengan perlakuan tersendiri yang diatur melalui Peraturan Pemerintah dan bersifat final. Pemotongan pajak dari PPh Pasal 4 (2) berada diantara penghasilan lain dalam bentuk bunga atas deposito dan simpanan / tabungan lainnya, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, penghasilan atas penjualan saham di bursa efek, penghasilan berupa penjualan bunga dan diskonto Obligasi dalam pasar modal, penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan kepada anggota koperasi (Wajib Pajak orang pribadi), penghasilan perusahaan modal ventura dari penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya, persewaan tanah dan / atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan, penghasilan usaha jasa konstruksi, dan penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara.

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 15

Pajak Penghasilan Pasal 15 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan dengan menggunakan norma penghitungan khusus untuk kelompok Wajib Pajak (WP) tertentu, guna memudahkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, seperti perusahaan pelayaran atau maskapai penerbangan internasional; perusahaan asuransi asing; perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi; perusahaan perdagangan asing; dan perusahaan yang berinvestasi dalam bentuk bangun – guna – serah. Untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak untuk suatu kategori WP tertentu, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung besarnya penghasilan neto dari WP tersebut.

Penerimaan Pemotongan Pajak tahun 2010 sebesar Rp587,65 triliun meningkat menjadi Rp730.418 triliun pada tahun 2011, dan ditargetkan menjadi Rp 849,706 triliun untuk tahun 2012 atau 83,61% dari total target penerimaan pajak tahun 2012 sebesar Rp1.016,237 triliun. Mengingat pentingnya peran Pemotongan Pajak dalam mengamankan pendapatan negara dari sektor perpajakan, maka Direktorat Jenderal Pajak mewajibkan semua pemotong dan pemungut pajak untuk menyetorkan dan melaporkan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah individu dan badan yang sebenarnya memiliki sebagai berikut:

  • Memiliki hak atas bumi.
  • Memperoleh manfaat atas bumi.
  • Memiliki bangunan.
  • Menguasai bangunan.
  • Memperoleh manfaat atas bangunan.

Pengecualian Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Faktanya, tidak semua objek bumi bangunan dapat dikenakan PBB. Ada juga objek pajak yang tidak bisa dikenakan PBB. Namun objek pajak tersebut harus memiliki kriteria tertentu yang dinyatakan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini adalah daftar kriteria tersebut:

  • Objek pajak digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasioanl, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
  • Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenisnya.
  • Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dibebani hak.
  • Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  • Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku sejak lalu sampai sekarang masih sama, yaitu 0,5%.

Tax holiday adalah suatu bentuk insentif pajak yang paling sering disediakan dalam upaya menarik penanaman modal asing. Tax holiday sendiri mengambil wujud pembebasan pajak penghasilan perusahaan atau juga dalam wujud pengurangan tarif pajak penghasilan perusahaan yang menanamkan modal baru dalam negara untuk periode tertentu. Insentif ini dimaksudkan untuk menstimulasi investasi asing.

Modifikasi lainnya juga dapat dalam bentuk kombinasi keduanya, yaitu memperoleh pembebasan pajak penghasilan perusahaan diikuti dengan pengurangan dalam periode tertentu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika tax holiday dianggap sebagai insentif pajak yang paling ‘dermawan’.

Tax holidays sering ditempatkan dalam industri-industri tertentu untuk mendorong pertumbuhan. Namun, tidak semua industri dapat menikmati tax holiday. Penanam modal harus memenuhi syarat-syarat sebagai industri pionir (perintis), menyerap banyak tenaga kerja, membawa teknologi baru, masuk ke kawasan-kawasan kecil dan belum berkembang, dan memberi nilai tambah kepada industri itu.

Ketentuan fasilitas-fasilitas ini diatur dalam Pasal 31A dari Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Perundangan Pajak Penghasilan). Fasilitas-fasilitas disediakan dalam wujud:

  • Pengurangan dalam penghasilan neto tidak lebih dari 30% dari jumlah penanaman modal yang dilakukan;
  • Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
  • Kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun; dan
  • Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.
  • Sementara tax holiday juga diberikan kepada perusahaan-perusahaan industri pionir yang melakukan penanaman modal baru di Indonesia yang tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A UU PPh. Ketentuan ini telah diatur dalam Pasal 29 dari Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

Ketentuan-ketentuan tentang pemberian fasilitas-fasilitas tax holiday bagi penanaman modal dalam bidang-bidang usaha tertentu dan / atau kawasan-kawasan tertentu diatur lebih jauh dalam Peraturan Pemerintah 18 Tahun 2015.

Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas tax holiday harus menyerahkan laporan berkala kepada Direktorat Jenderal Pajak dan komite verifikasi mengenai:

  • Laporan penggunaan dana yang dimiliki di perbankan Indonesia; dan
  • Laporan realisasi penanaman modal yang sudah diaudit
  • Ketentuan mengenai prosedur pelaporan ini diatur oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Siapa yang Berhak Memperoleh Tax Holiday?

Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan No. 159 / PMK.010 / 2015, dinyatakan bahwa Wajib Pajak yang dapat memperoleh fasilitas tax holiday harus memenuhi kriteria berikut ini:

  1. merupakan Wajib Pajak baru;
  2. merupakan Industri Pionir;
  3. mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang, paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun Rupiah);
  4. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan;
  5. menyampaikan surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf c, dan dana tersebut tidak ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dan
  6. harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah tanggal 15 Agustus 2011.

Industri Pionir yang dimaksud meliputi 9 sektor berikut:

  1. Industri logam hulu
  2. Industri pengilangan minyak bumi
  3. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam (petrokimia);
  4. Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri;
  5. Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan;
  6. Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi;
  7. Industri transportasi kelautan;
  8. Industri pengolahan yang merupakan industri utama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan / atau
  9. Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Bagikan:

Nomor telepon Pemadam Kebakaran

PBK Batu Ampar

PBK Duriangkang

PBK Sekupang

PBK Sagulung

PBK Sei Panas

Nomor Telepon RS BP Batam